BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Berdasarkan
kenyataan jelek
tersebut, maka diperlukan suatu upaya perubahan terhadap paradigma masyarakat
yaitu melalui pendekatan sosial-budaya, serta upaya pembersihan citra
negatif birokrasi
dan aparaturnya (PNS) agar terbentuk sosok PNS yang bersih dan profesional
melalui upaya sistematis dan komprehensif.
Secara mendasar pemerintahan dan
perusahaan adalah lembaga yang berbeda. Pimpinan perusahaan didorong oleh motif
laba untuk terus dapat menjalankan produksi demi keberlangsungan usahanya,
sedangkan pimpinan pemerintahan didorong oleh keinginan untuk kelanggengan
kekuasaannya dan keuntungan pribadi tanpa memperdulikan kondisi birokrasi dan
orang-orang yang dilayaninya. Perusahaan memperoleh income dari konsumennya,
sedangkan pemerintah lebih besar memperoleh income dari sektor pajak.
Perusahaan biasanya didorong oleh kompetisi, sedangkan pemerintahan biasanya
didorong oleh kepentingan.
Kondisi seperti ini bersama-sama
menciptakan pola pikir dimana PNS memandang resiko dan gaji secara amat berbeda
dengan pegawai swasta. Resiko pemecatan PNS sangatlah kecil karena melewati
prosedur yang rumit dan mempunyai ruang yang bisa ‘dikondisikan’, serta untuk
mendapatkan gaji PNS tidak terbebani oleh kinerja yang baik. Sedangakan pekerja
swasta sangat rentan terhadap pemecatan karena mereka harus selalu memberikan
kinerja yang baik terhadap perusahaan. Pemerintah cendrung memperlakukan
pegawainya dengan ‘adil’ tanpa memandang kemampuan mereka atau tuntutan mereka
terhadap pelayanan publik. Hal ini hanya menghabiskan anggaran untuk belanja
pegawai yang mencapai nilai ratusan triliyun rupiah. Oleh karena itu
pemerintahan sebenarnya tidak bisa meraih efisiensi seperti dalam bisnis.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah Yang Dimaksud
Dengan Mewirausahakan Birokrasi.
2.
Bagaimna Mewirausahakan Birokrasi
Pemerintah Daerah Di Era Good Local Governance.
3.
Bagaimana mengupaya perubahan birokrasi dan aparaturnya melalui
‘mewirausahakan birokrasi.
4.
Bagaimana Transformasi kewirausahaan dalam birokrasi
1.3.
Tujuan
Adapun beberapa
tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.
Untuk mengetahui serta memahami Mewirausahakan Birokrasi
2.
Untuk mengetahui serta memahami Mewirausahakan Birokrasi Pemerintah Daerah Di Era Good
Local Governance
3.
Untuk mengetahui serta memahami perubahan birokrasi dan aparaturnya
melalui ‘mewirausahakan birokrasi.
4.
Untuk mengetahui serta memahami Transformasi kewirausahaan
dalam birokrasi
1.4.
Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini
adalah:
1.
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pembaca mengenai Mewirausahakan Birokrasi
2. Hasil dari penulisan ini diharapkan
dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang sudah dapat selama pendidikan dan
merupakan pengalaman yang berharga bagi penulis dalam rangka menambah wawasan
pengetahuan tentang Mewirausahakan Birokrasi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Mewirausahakan
Birokrasi
Penjelasan kalimat mewirausahakan birokrasi adalah bukan
bagaimana birokrasi tersebut melakukan wirausaha untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya, namun mewirausahakan birokrasi disini berarti mengubah
system, atau pengaturan birokrasi yang kaku, kulturis, dan irasional.
Di era otonomi daerah ini menurut saya konsep
mewirausahakan birokrasi sangatlah baik untuk diterapkan karena dengan adanya
otonomi membuat setiap daerah berupaya untuk mengatur birokrasi agar dapat
berjalan secara akuntabilitas, responsive, inovatif dan professional serta
entrepreneur. entrepreneur disini berarti pemerintah daerah mempunyai semangat
kewirausahaan dimana birokrasi diusahakan
lebih inovatif dalam memberikan pelayanan public agar dapast menjawab perkembangan masyarakat di era globalisasi.
lebih inovatif dalam memberikan pelayanan public agar dapast menjawab perkembangan masyarakat di era globalisasi.
Mewirausahakan birokrasi sangatlah tepat diterapkan
pada pendekatan
New Public Manajemen (NPM) dimana orientasi birokrasi yang lebih demokratis dan fleksibel tergantung pada perkembangan masyarakat, adanya tingkat rasio yang tinggi, dan masyarakat mempunyai posisi tawar yang tinggi dalam menerima pelayanan publik.
New Public Manajemen (NPM) dimana orientasi birokrasi yang lebih demokratis dan fleksibel tergantung pada perkembangan masyarakat, adanya tingkat rasio yang tinggi, dan masyarakat mempunyai posisi tawar yang tinggi dalam menerima pelayanan publik.
Konteks kemunculan
mewirausahakan birokrasi berawal dari
1.
Organ pemerintah yang gemuk dan lamban, sehingga
cenderung bersifat spending daripada mendatangkan profit dalam wilayah fiskal.
2.
Pelayanan publik yang tidak efektif dan lambat,
sehingga melahirkan ketidakpercayaan masyarakat pada kapasitas pemerintah dalam
menyelrnggarakan pelayanan publik.
Mewirausahakan
birokrasi menurut William Hudnut menyatakan bahwa :
Pemerintahan wirausaha bersedia meninggalkan program lama. Ia
bersifat inovatif, imajinatif dan kreatif, serta berani mengambil resiko. Ia
juga mengubah beberapa fungsi kota menjadi sarana penghasil uang daripada
menguras anggaran, menjauhkan diri dari alternatif tradisional yang hanya
memberikan sistem penopang hidup. Ia bekerja-sama dengan sektor swasta,
menggunakan pengertian bisnis yang mendalam, menswastakan diri, mendirikan
berbagai perusahaan yang menghasilkan laba. Ia berorientasi pasar, memusatkan
pada ukuran kinerja, memberi penghargaan pada jasa. Ia pun harus mengatakan:
mari kita selesaikan pekerjaan ini dan tidak takut untuk memimpikan hal-hal
besar.
2.2.
Mewirausahakan Birokrasi Pemerintah Daerah Di Era Good Local Governance
Mewirausahakan Birokrasi
Pemerintah Daerah Di Era Good Local Governance pertama kali
disampaikan oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka yang berjudul Reinventing
Government: How the enterpreneurial spirit is transforming the public sektor.
Buku tersebut ditulis sebagai saran untuk membantu pencarian solusi di
pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1993 yang menanggung beban berat sebagai
akibat ditanganinya seluruh kegiatan atau kebutuhan negara oleh pemerintah federal.
Meskipun disambut dengan sikap skeptis, lambat namun pasti, apa yang
disampaikan Osborne dan Gaebler dalam buku tersebut ternyata membawa angin
segar bagi pemerintah federal dalam menyikapi permasalahan yang sedang dihadapi
pada saat itu.
Apa yang terjadi pada
pemerintahan Amerika Serikat pada saat itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
kondisi Indonesia saat ini yang sedang mengawali era GLG dimana sebagian
wewenang pemerintah pusat didelegasikan pada pemerintahan di daerah. Di GLG,
pejabat negara (di daerah) harus kreatif, mandiri dan inovatif dalam
melaksanakan tugas-tugas kepemerintahannya karena inti dari otonomi daerah
ialah keleluasaan dan kebebasan lebih luas untuk menggali dan mengolah
aset-aset alamiahnya. Mereka akan lebih banyak bekerjasama langsung dan lebih
luas dengan swasta. Hal inilah yang menjadi cakupan dalam Reinventing
Government yang sering disebut juga dengan Mewirausahakan
Birokrasi.
Permasalahan yang
sering muncul dalam memahami reinventing government adalah adanya anggapan bahwa
dengan adanya konsep mewirausahakan birokrasi tersebut berarti kantor dinas/
instansi di Pemerintahan Daerah (pemda) dituntut untuk “berbisnis” agar dapat
memberi nilai tambah untuk PAD. Padahal, maksud yang sebenarnya adalah
memberdayakan institusional. Bukan menciptakan “pengusaha” dalam lingkungan
birokrasi pemerintahan.
Menurut Osborne dan
Gaebler, mewirausahakan birokrasi berarti mentransformasikan semangat wirausaha
ke dalam sektor publik. Di era otonomi daerah, dimana pemerintah di daerah
dituntut untuk bisa mandiri, usaha tersebut dapat diterapkan agar produktivitas
dan efisiensi kerja Pemda bisa dioptimalkan. Oleh karena itu, pemahaman atas
cara-cara mewirausahakan birokrasi Pemerintahan Daerah harus dikuasai oleh
aparat birokrasi, terlebih-lebih oleh Bupati/ Walikota termasuk pimpinan pada
tiap-tiap instansi / dinas.
Berkaitan dengan hal
tersebut, Osborne dan Gaebler mengemukakan sepuluh prinsip untuk mebentuk
birokrasi-wirausaha, yaitu:
1)
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus lebih menjadi
pengarah daripada menjadi pelaksana. Misalnya adalah bekerjasama dengan pihak
swasta dalam melakukan pemungutan pajak, akan tetapi penentuan Wajib Pajak dan
besarnya pungutan pajak tetap dilakukan oleh pemerintah.
2)
Pemerintah sebagai milik masyarakat harus lebih
memberdayakan masyarakat ketimbang terus-menerus melayani masyarakat. Salah
satu upayanya adalah dengan menghimbau masyarakat agar mampu mengurus keamanan
lingkungannya sendiri.
3)
Pemerintah sebagai institusi yang berada di alam kompetisi
haruslah menyuntikkan semangat persaingan ke dalam tubuh aparat dan organisasi
pelayanannya. Misalnya dengan memberikan peluang bagi swasta dalam menangani
urusan-urusan yang dimonopoli pemerintah, seperti air minum, listrik, dan
telepon.
4)
Unit-unit pemerintahan sebagai lembaga yang bertugas
mewujudkan misi harus lebih diberi kebebasan dalam berkreasi dan berinovasi.
Untuk itu, petunjuk pelaksanaan yang kaku dan mengikat harus dihindarkan, baik
mengenai keuangan, kepegawaian, maupun pelayanan kepada masyarakat.
5)
Pemerintah harus lebih mementingkan hasil yang akan dicapai
daripada terlalu memfokuskan pada faktor masukan (input). Misalnya, pemberian
bantuan untuk suatu sekolah haruslah lebih didasarkan kepada kinerja dan
produktivitasnya daripada jumlah muridnya.
6)
Pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus lebih
mementingkan terpenuhinya kepuasan pelanggan, bukannya memenuhi apa yang
menjadi kemauan birokrasi itu sendiri. Untuk itu, cara-cara baru dalam memikat
pelanggan harus dilakukan.
7)
Pemerintah sebagai suatu badan usaha harus pandai mencari
uang dan tidak hanya bisa membelanjakannya. Oleh karena itu, cara-cara mencari
sumber penghasilan yang baru dan menggalakkan investasi harus selalu menjadi
pemikiran para manajer pemerintahan.
8)
Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki daya antisipatif
harus mampu mencegah daripada hanya menanggulangi masalah. Misalnya soal
kebakaran, dengan memakai prinsip ini, bukan mobil pemadam kebakaran yang
dibeli terus tetapi supervisi/ pengawasan terhadap bangunan yang harus
ditingkatkan.
9)
Pemerintah harus menggeser pola kerja hierarki yang dianut
ke model kerja partisipasi dan kerja sama. Misalnya, rantai organisasi yang
panjang dan ‘gemuk’ harus dikurangi, struktur organisasi yang tebal harus
ditipiskan, dan gugus kendali mutu harus dikembangkan.
10)
Pemerintah sebagai pihak yang berorientasi pada
pasar harus berusaha mengatrol perubahan lewat penguasaannya terhadap mekanisme
pasar. Misalnya, dalam menangani sampah yang berasal dari botol minuman,
daripada membiayai usaha daur ulang yang mahal, lebih baik pemerintah
mensyaratkan pengusaha minuman untuk membayar setiap pembeli yang mengembalikan
botolnya.
Berdasarkan kesepuluh cara tersebut di atas, tidak dapat
dihindari bahwa upaya mewirausahakan birokrasi akan berdampak pada
perubahan-perubahan (reformasi) dalam instansi Pemda. Perubahan yang dilakukan
adalah dalam rangka melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap mekanisme
birokrasi-wirausaha di setiap lapisan birokrasi. Perubahan tersebut dapat berupa
debirokratisasi, deregulasi, rekonstruksi pemerintahan daerah, reposisi
instansi-instansi, bahkan rasionalisasi pegawai. Dalam perkembangannya,
upaya-upaya penyesuaian tersebut harus dapat menjamin terciptanya produktivitas
dan efisiensi kerja Pemda yang maksimal.
Lebih meluas lagi, upaya mewirausahakan birokrasi Pemerintah
Daerah, disamping untuk mewujudkan pemerintahan yang mandiri, juga untuk
menunjang perubahan peran pemerintah dalam mengahdapi perkembangan masyarakat
yang semakin pesat di era Globalisasi. Ada beberapa faktor yang dapat
diidentifikasi atas perubahan peran pemerintah tersebut, yaitu:
·
Semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan di sektor
publik sebagai akibat berkembangnya teknologi dan informasi
·
Kenyataan telah membuktikan bahwa monopoli yang dilakukan
pemerintah tidak menghasilkan pelayanan yang lebih baik dan adanya tuntutan
menyangkut distribusi sumber daya yang lebih baik ditentukan oleh mekanisme
pasar
·
Mulai turunnya kepercayaan atas peran pemerintah dalam
menyelesaikan masalah-masalah di sektor publik
·
Akibat kemajuan masyarakat, terjadi perubahan tuntutan agar
pemerintah memberikan pelayanan dengan lebih baik karena adanya perubahan
nilai-nilai dalam masyarakat
·
Ada fakta/ realita bahwa sektor swasta lebih baik dalam
memberikan pelayanan daripada sektor public
Permsalahan utama yang muncul dalam mewirausahakan birokrasi
di pemerintahan daerah pada dasarnya terletak pada instansi/ dinas Pemda itu
sendiri. Sejauh mana pelaku birokrasi dapat mengantisipasi perubahan-perubahan
yang terjadi baik di lingkungan organisasi internal maupun di masyarakat,
seberapa besar usaha pemerintah daerah untuk mentransformasikan semangat
wirausaha ke dalam sektor publik dan bagaimana mereka menyikapi
perubahan-perubahan yang terjadi merupakan langkah-langkah yang harus diambil
secara tepat.
Laju komunikasi, teknologi dan informasi yang berkembang
dengan cepat, meningkatnya tensi-tensi politik dan tuntutan orang terhadap
pelayanan yang baik adalah alasan yang sangat kuat untuk merubah birokrasi yang
lambat, lama dan berliku-liku menuju birokrasi yang cepat, efektif, efisien,
dan komprehensif. Disamping itu, upaya-upaya memandirikan dan meningkatkan
produktivitas Pemda juga menimbulkan munculnya jenis-jenis tugas baru dalam
pemerintahan daerah. Industrialisasi, perdagangan antar daerah, investasi asing
di daerah, pengelolaan bantuan luar negeri di daerah dan hal-hal baru yang
ditanggung pemda akibat adanya otonomi dari pusat mengharuskan pejabat-pejabat
(birokrat) di daerah bekerja dengan spirit wirausaha.
Pada saat ini, di era otonomi daerah, di era globalisasi, di
era good local governance, semangat wirausaha menjadi
kebutuhan yang sangat diperlukan bagi setiap aparatur pemerintahan, dari
lapisan yang paling baah sampai di tingkat atas, karena hampir setiap jenis
organisasi berhubungan dengan kinerja yang inovatif dan produktif. Sepuluh cara
mewujudkan reinventing government yang disampaikan Osborne dan
Gaebler tersebut di atas secara praktis telah sukses dilakukan dan secara
teoritis relevan untuk ditransformasikan, perkembangan kehiduan sosial
masyarakat Indonesia pun telah mendukung ke arah tersebut. Jadi, tidak perlu
menunggu lama lagi untuk mewirausahakan birokrasi. Paling tidak usaha tersebut
bisa dilakukan mulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal yang kecil dan
mulai dari saat ini.
2.3.
Upaya perubahan birokrasi dan
aparaturnya melalui ‘mewirausahakan birokrasi’.
Tulisan
yang disadur dari pikiran David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunyaberjudul ‘Reinventing Government’ ini mencoba mencari jalan keluar terhadap permasalahan birokrasi melalui penerapan konsep kewirausahaan, baik
terhadap sistem birokrasi itu sendiri maupun terhadap aparaturnya. Gagasan ini mencoba memulai dari hal yang sangat berdekatan dengan klaim bahwa birokrasi hanya sebagai pemborosan
anggaran karena tidak diikuti oleh pelayan publik yang baik dan tidak produktif.
Pemerintahan
wirausaha bersedia meninggalkan program dan metode lama. Ia bersifat inovatif, produktif, efektif dan efisien,
serta berani mengambil resiko. Sistem ini mengoptimalkan aset-aset negara atau
daerah sebagai pendapatan, bukan sebagai penguras anggaran. Realitas harus
memerintahkan dan menilai para pejabat negara dan pejabat daerah dengan apakah
mereka mampu bekerja lebih keras dan lebih cerdas, serta menghasilkan
pendapatan dengan anggaran yang kecil.
Secara
mendasar pemerintahan dan perusahaan adalah lembaga yang berbeda. Pimpinan
perusahaan didorong oleh motif laba untuk terus dapat menjalankan produksi demi keberlangsungan usahanya, sedangkan
pimpinan pemerintahan didorong oleh keinginan untuk kelanggengan kekuasaannya
dan keuntungan pribadi tanpa memperdulikan kondisi birokrasi dan orang-orang
yang dilayaninya. Perusahaan memperoleh income dari konsumennya, sedangkan
pemerintah lebih besar memperoleh income dari sektor pajak. Perusahaan biasanya
didorong oleh kompetisi, sedangkan pemerintahan biasanya didorong oleh
kepentingan.
2.4.
Transformasi kewirausahaan dalam
birokrasi
Transformasi kewirausahaan kedalam birokrasi dapat dilakukan dengan landasan makro dan mikro, dan keduanya harus dijalankan secara
bersama-sama serta berkesinambungan.
a. Landasan Makro
Adapun landasan makro yang dimaksud
adalah merubah regulasi
kepegawaian, pola pikir, budaya, dan nilai-nilai kerja para PNS agar mereka
bertransformasi menjadi PNS sebagai pelayan masyarakat yang produktif dan kompetitif. Selain itu, harus dipastikan keberlangsungan berjalannya sistem yang
baik, sehingga terjadi perubahan positif menuju perbaikan kualitas pelayanan
publik secara terus-menerus. Dalam tataran praktek, upaya peningkatan kualitas
pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan
publik seperti model contracting out dan franchising. Adapun
dalam model contracting out, pemerintah memegang peran sebagai pengatur,
sedangkan pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses
lelang. Untuk model franchising, pemerintah menunjuk pihak swasta untuk
dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price
regularity untuk mengatur harga maksimum.
Berdasarkan landasan makro tersebut, maka kesemuanya akan dirinci lebih
lanjut dalam bentuk konkrit program (landasan
mikro).
b. Landasan Mikro
Adapun landasan mikro yang dimaksud adalah:
1) Penetapan standar pelayanan. Didalamnya tercakup pengembangan Standard
Operating Procedures (SOP),
pelanjutan (penyempurnaan) Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah dilaksanakan oleh Depdagri.
2) Pelaksanaan survei pelayanan publik. Untuk survei ini, maka dia dapat
dilakukan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
3) Pembuatan indeks pelayanan publik. Untuk indeks ini dapat berasal dari
penerapan SPM di bidang lingkungan hidup, kesehatan, sosial, dan pemerintahan (kabupaten/kota), penyusunan anggaran
Pemda, dan bidang pendidikan.
4) Pengembangan sistem manajemen pengaduan.
Dari sisi mikro, pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak
penyelenggara pelayanan publik (PNS) untuk secara konsisten menjaga pelayanan
yang dihasilkannya agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara
cepat, efektif dan efisien dalam mengolah berbagai pengaduan masyarakat,
sehingga pengaduan masyarakat tersebut menjadi bahan masukan bagi perbaikan
kualitas pelayanan publik ke depan.
5) Dengan menggunakan model contracting
out dan franchising perusahaan yang memegang pelayanan publik akan berusaha untuk
tetap memberikan pelayanan yang baik karena sewaktu-waktu mereka dapat
digantikan oleh perusahaan lain apabila mereka tidak memberikan pelayanan yang
baik terhadap publik.
BAB
III
P E N U T U P
4.1. Kesimpulan
Mewirausahakan
birokrasi merupakan proses bagaimana menata dan mengolah birokrasi yang semula
kaku menjadi birokrasi yang professional, inovatif dan tidak menyeleweng.
Praktek mewirausahakan
birokrasi merupakan pola dalam mengubah tatanan birokrasi untuk menjadi lebih
baik agar birokrasi tidak terpengaruh oleh kebijakan kepentingan golongan,
kultur dan lain sebagainya. Perilaku mewirausahakan birokrasi juga dibutuhkan
sikap responsive dan akuntabel dari pemerintah atau birokrat itu sendiri
terhadap system dan pelayanan yang diterapkan. Sebagai masyarakat pun harus
bertindak proaktif dan responsive terhadap berbagai jenis kebiajakn agar
senantiasa mengawasi secara langsung dalam
pelayanan birokrasi tersebut. Pelaksanaan wirausaha birokrasi didasarkan pada
prinsip-prinsi mewirausahakan birokrasi.
Konteks mewirausahakan
birokrasi ini sendiri muncul dari adanya, .
1)
Organ pemerintah yang gemuk dan lamban, sehingga
cenderung bersifat spending daripada mendatangkan profit dalam wilayah
fiskal.
2)
Pelayanan publik yang tidak efektif dan lambat,
sehingga melahirkan ketidakpercayaan
masyarakat pada kapasitas pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
4.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada
pembaca dan penulis mengenai makalah ini adalah :
1) Diharapkan hasil penulisan makalah ini
dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.
mantap artikelnya gan.
BalasHapuswww.kiostiket.com
referensi/pustakanya dari mana ya?
BalasHapusThank you so much
BalasHapusSangat bagus.. namun lebih bagus di berikan contoh bagai mana birokrasi yg di terapkan dalam nasional atau internasional dalam mewirausahakan
BalasHapusterima kasih atas infonya . moga bermanfaat
BalasHapusMakasih info nya
BalasHapus