KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kita
panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan anugerahnya yang
dilimpakan hingga penulis atau penyusun makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Makalah ini merupakan
salah satu kegiatan dapat membantu dalam melaksanakan tugas untuk memberikan
pengalaman belajar yang dibagikan kepada mahasiswa.
Penulis menyadari
sesungguh tanpa campur tangan dari semua pihak, maka kegiatan belajar lancar
sehingga penulis dapat selesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini mungkin banyak terdapat kesalahan-kesalahan dan
masih jauh dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritikan-kritikan dari pembaca, dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan dan mudah-mudahan makalah ini juga dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Ambon, 24 April 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Reformasi Birokrasi
2.2 Tujuan
Reformasi Birokrasi
2.3 Faktor
Penyebab Lambatnya Reformasi Birokrasi Indonesia
2.4 Langkah-Langkah
Memajukan Reformasi Birokrasi Indonesia
BAB
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Belakangan ini, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat
kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah
memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa
Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah
dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi
yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Akan tetapi, pemerintahan pascareformasi pun
tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik.
Kurangnya komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi ini
cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap
pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan
Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap
komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya,
sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde
Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya
kemapanan yang bersifat semu.
Birokrat, sebagai pembentuk kebijakan yang
bersifat publik dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan demikian, seringkali
kebijakan yang dilahirkan oleh para birokrat tidak menyentuh kepentingan
masyarakat tidak bersifat populis. Bukan tidak mungkin, berbagai faktor tersebut,
baik yang bersifat internal maupun eksternal, yang menyebabkan negara ini
semakin larut dalam keterpurukan. Sebagaimana telah diketahui oleh kalangan
yang peduli terhadap pembaruan hukum tanah air, beberapa peraturan
perundang-undangan yang menjadi produk lembaga legislatif di Indonesia
merupakan hasil “pesanan” International Monetary Fund (IMF). Keterlibatan
lembaga donor lintas negara .
Sejak gerakan reformasi mencapai puncaknya pada Mei 1998,
sejumlah perubahan yang cukup signifikan mulai bergulir. Presiden B.J. Habibie,
yang semula Wapres, harus memulai perubahan, dari gaya hingga proses
pengambilan keputusan kebijakan public. Jika dulu dianggap tabu sehingga selalu
dilarang, kini mendemo presiden adalah soal biasa. Habibie juga segera
mengambil langkah besar. Salah satunya adalah mempercepat pemilu, yang tentu
harus didahului dengan Sidang Istimewa MPR 1998. Semula pemilu dijadwalkan pada
2002, tetapi kemudian dipercepat pada 1999. Berdasarkan fenomena ini, penulis
ingin mengetahui lebih lanjut penyebab-penyebabnya. Oleh karena itu, makalah
ini dibuat dengan diberikan judul “Reformasi Birokrasi Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud reformasi
birokrasi?
2. Apakah yang menjadi tujuan dari
reformasi birokrasi?
3. Mengapa reformasi birokraasi di
Indonesia berjalan lambat?
4. Apa saja langkah-langkah yang dapat
dilakukan agar reformasi birokrasi Indonesia tidak berjalan dengan lambat.
1.3
Tujuan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini
antara lain:
1. Untuk mengetahui serta memahami
pengertian reformasi birokrasi
2. Untuk mengetahui serta memahami
tujuan reformasi birokrasi.
3. Untuk memberikan gambaran serta
informasi mengenai factor penyebab reformasi birokrasi Indonesia berjalan
lambat
4. Untuk mengetahui langkah yang dapat
diambil agar reformasi birokrasi Indonesia tidak berjalan dengan lambat lagi.
1.4
Manfaat
Adapun
manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Hasil penulisan ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada pembaca mengenai reformasi birokrasi Indonesia..
2. Hasil dari penulisan ini diharapkan
dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang sudah dapat selama pendidikan dan
merupakan pengalaman yang berharga bagi penulis dalam rangka menambah wawasan
pengetahuan tentang reformasi birokrasi Indonesia.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Reformasi Birokrasi
Reformasi adalah
mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi
ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat
birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini
perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim
sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah
berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju
pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan
ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat.
Reformasi
birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber
daya manusia aparatur”
Sangat menarik
membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi
terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para
pegawai birokrasi itu dibayar dari duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang
diberikan kepada pegawai dari birokrasi disalahgunakan. Oleh karena itu sangat
diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Dengan demikian
maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia,
sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan
masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam
masyarakat (Susanto: 185-186).
Khan (1981)
memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu
sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan
atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi
sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap
serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan
pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change,
improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang
lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga
mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics
being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya
pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi
dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh
menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan
agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini
harus dilakukan mulai dari pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu
negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama diikuti oleh seluruh
aparatur dibawahnya. Reformasi birokrasi Indonesia untuk saat ini dapat
dikatakan belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Berbagai permasalahan/hambatan
yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau
diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau
diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi
birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih
berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan
strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan
dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah
yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap
dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang
bersifat radikal dan revolusioner.
Reformasi adalah mengubah atau membuat
sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan
pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam
pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan
masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana
disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan
dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada
kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini
akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan
masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya
perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat.
Dari pengertian
ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap
tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain
adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien. Reformasi
bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang
selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi
birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus
globalisasi. Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti
presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen
dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Reformasi
birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance.
Melihat pengalaman sejumlah Negara menunjukan bahwa reformasi birokrasi
merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah Negara. Melalui reformasi
birokrasi, dilakukan penataan terhadap system penyelenggaraan pemerintahan yang
tidak hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang
punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi memang
akan diterapkan dijajaran kementerian dan lembaga pemerintah. Mereformasi
birokrasi kementerian dan lembaga memang sudah saatnya dilakukan sesuai dengan
tuntutan situasi dan kondisi saat ini. Dimana birokrasi dituntut untuk dapat
melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional. Birokrasi merupakan
faktor penentu dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.
Oleh sebab itu
cita-cita reformasi birokrasi adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan
yang professional, memiliki kepastian hukum, transparan, partisipatif,
akuntable dan memiliki kredibilitas serta berkembangnya budaya dan perilaku
birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan pertanggungjawaban public
serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan
cita-cita dan tujuan bernegara. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan
upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan
(organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia
aparatur. Reformasi birokrasi Indonesia menempatkan pentingnya rasionalisasi
birokrasi yang menciptakan efesiensi, efektifitas, dan produktifitas melalui
pembagian kerja hirarkikal dan horizontal yang seimbang, diukur dengan rasio
antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya disertai tata kerja
formalistic dan pengawasan yang ketat.
2.2
Tujuan
Reformasi Birokrasi
Tujuan Reformasi Birokrasi yaitu agar
terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan
berwibawa :
1. Memperbaiki
kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien
2. Terciptanya
birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta
memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara
3. Pemerintah
yang bersih (clean government)
4. Bebas
KKN
5. Meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
2.3
Faktor
Penyebab Lambatnya Reformasi Birokrasi Indonesia
Ketika reformasi
birokrasi dimaknai sebagai perubahan positif dalam tubuh birokrasi, maka
sebenarnya kita telah melakukan reformasi tersebut dalam waktu yang cukup lama.
Pencanangan pembangunan aparatur pemerintah dalam Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita) pada masa lalu adalah gambaran bahwa reformasi birokrasi bukan
sesuatu yang baru dalam birokrasi pemerintah. Bahkan, jika kita kembali membuka
dokumen penataan kelembagaan pasca revolusi 1945 dan program-program
pembangunan sejak tahun pertama penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
semangat untuk melaksanakan reformasi birokrasi sudah dapat kita temukan.
Namun demikian,
reformasi bukan hanya sebuah proses perubahan. Reformasi adalah proses
perubahan yang terencana dalam kerangka demokratisasi dan terbentuknya civil
society. Indikator reformasi birokrasi antara lain adalah terwujudnya
efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, partisipasi, transparansi, dan rule of
law dalam birokrasi. Dalam pemaknaan reformasi tersebut, maka reformasi
birokrasi mendapatkan momentumnya berbarengan dengan lengsernya Soeharto dari
kursi kepresidenan pada tahun 1998. Proses reformasi birokrasi kemudian terus
bergulir, dan dikuatkan dengan berbagai kebijakan, antara lain: penetapan TAP
MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka
Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan nasional sebagai Haluan Negara,
amandemen UUD 1945, penetapan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pengganti UU No. 5 Tahun 1974, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam kaitannya dengan
upaya menciptakan birokrasi yang bersih, telah ditetapkan pula beberapa
kebijakan penting seperti TAP MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme, dan Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Beberapa kebijakan pemerintah telah ditetapkan dalam kerangka
reformasi birokrasi.
Namun demikian,
setelah lima tahun sejak digulirkannya reformasi, proses reformasi berjalan
sangat lambat. Beberapa gambaran nyata tentang kondisi umum birokrasi
pemerintah sekarang ini antara lain:
1. Praktek
KKN terjadi secara meluas dan dianggap perbuatan yang biasa atau membudaya pada
hampir semua tingkatan, baik dalam lembaga eksekutif maupun legislatif, di
pusat dan daerah. Penanganan terhadap berbagai kasus KKN pun tampak setengah
hati, kurang tuntas dalam penindakan hukumnya;
2. Kegiatan
manjemen banyak diwarnai dengan praktek perbuatan in-efisiensi, seperti
tindakan pemborosan dan tidak hemat;
3. Mutu
penyelenggaraan pelayanan publik masih lemah, banyak terjadi praktek pungli,
tidak ada kepastian, prosedur berbelit-belit; dan
4. Otonomi
daerah sebagai instrumen demokratisasi telah dimaknai kurang tepat sehingga
memunculkan berbagai efek negatif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kondisi tersebut
memberikan gambaran bahwa perwujudan civil society melalui reformasi birokrasi
masih sangat jauh dari jangkauan. Data Transparency International tahun 2003
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi sangat tinggi dan
berada pada peringkat 122 dari 133 negara yang disurvai. Indonesia mendapatkan
nilai 1,9 dari rentang antara 0 untuk negara sangat korup dan 10 untuk Negara
sangat bersih. Gambaran birokrasi pemerintah kita tersebut menunjukkan kondisi
yang dipenuhi dengan berbagai kelemahan. Namun demikian, hal ini tidak bermakna
bahwa reformasi birokrasi telah gagal. Beberapa kemajuan dalam proses
demokratisasi telah dicapai, seperti penguatan pemerintah daerah melalui
penerapan desentralisasi dalam sistem pemerintahan, penguatan lembaga
legislatif, dan penyelenggaraan pemilihan presiden-wakil presiden secara
langsung oleh rakyat sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945. Permasalahan dalam
reformasi birokrasi adalah kelambanan dari proses reformasi birokrasi tersebut,
dan hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor manajemen.
2.4
Langkah-Langkah
Memajukan Reformasi Birokrasi Indonesia
Mengikuti
pemikiran Berger (1994) dalam manajemen perubahan (change management), maka hal
pertama yang harus dilakukan dalam rangka reformasi birokrasi adalah mengenali
apa yang disebut sebagai pemicu perubahan (change trigger). Dalam birokrasi
pemerintah, pemicu perubahan (pemicu reformasi) tersebut dapat bersumber dari
internal maupun eksternal birokrasi, dijumpai dalam bentuk permasalahan,
peluang dan kecenderungan yang potensial mempengaruhi kinerja organisasi di
masa depan. Sekali pemicu tersebut diketemukan, birokrasi harus dapat
merumuskan kebijakan dan program-program reformasi. Dalam birokrasi pemerintah
kita, bentuk yang sangat penting dari pemicu tersebut adalah tuntutan
masyarakat dan tekanan dunia internasional akan good governance.
Dalam rangka
reformasi birokrasi, perubahan budaya birokrasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat mendasar. Tanpa perubahan budaya, proses reformasi birokrasi akan
mengalami banyak hambatan dan bahkan penolakan yang muncul baik dari dalam
ataupun luar birokrasi. Perombak nilai dan peletakkan nilai-nilai baru ini,
bukan pekerjaan yang sederhana. Perombakan nilai memerlukan strategi yang
holistic, melingkupi berbagai faktor yang membentuk budaya birokrasi, seperti:
1. Pengaruh
eksternal yang luas, seperti lingkungan alam dan peristiwa-peristiwa sejarah yang
membentuk masyarakat;
2. Nilai-nilai
masyarakat dan budaya nasional;
3. Unsur-unsur
khas dari organisasi; dan
4. Nilai-nilai
dasar dari koalisi dominan, yakni kelompok yang memiliki kekuasaan dan kendali
yang paling besar. (Tosi, Rizzo, dan Carroll dalam Munandar, 2001).
Change
management perlu diterapkan dan diimplementasikan di dunia birokrasi pemerintah
atau public governance. Oleh karena itu, hal ini harus dikawal dengan
pengendalian tanpa kompromiatau toleransi. Artinya pelaksanaannya harus sesuai
dengan target dan sasaran yang telah diputuskan , serta diiringi dengan jaminan
dan kendali mutu yang ketat.
Change
management atas birokrasi pemerintahan yang implementasinya minimal harus
mencakup hal-hal sebagai berikut;
1. Menghentikan
pendarahan:
a. Lemahnya
komitmen pimpinan dalam perbaikan birokrasi.
b. Inefisiensi,
baik tergolong penyimpangan atau tidak.
c. Pemekaran
wilayah dan lembaga Negara/komisi yang mengakibatkan pemekaran birokrasi.
d. “lomba
glamor” fasilitas antar birokrat.
2. Batas
waktu pelaksanaan change management secara serius, serempak, dan direalisasikan
tanpa kompromi atau toleransi.
3. Jabatan
eselon satu dan eselon dua harus dipegang oleh leader-manager yaitu birokrat
atau pejabat yang memahami, menghayati, dan mempraktikkan management leadership
(kepemimpinan manajemen).
4. Benchmarking
ke beberapa Negara untuk merumuskan detail management.
5. Terwujudnya
standar kinerja dan indicator keberhasilan yang konkret, jelas, dapat
dipraktikkan, dan dapat diukur dengan mekanisme pengendalian yang efektif,
efesien, dan tepat sasaran sehingga pengendalian mutuakan terjamin.
6. Mendayagunakan
lembaga pengawasan untuk menjalankan peran kendali mutu dan membentuk lembaga
yang menjalankan peran penjaminan mutu agar dapat sampai pada target yang telah
ditetapkan dengan standar yang ada.
7. Pengawasan
mencakup evaluasi mendasar terhadap rencana kerja departemen/lembaga non-departemen
secara ketat.
8. Peningkatan
gaji PNS secara signifikan.
9. Restrukturasi
PNS.
10. Perubahan
system pendidikan dan latihan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan isi dan pembahasan,
penulis dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Reformasi birokrasi merupakan salah
satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance. Melihat pengalaman
sejumlah Negara menunjukan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah awal
untuk mencapai kemajuan sebuah Negara.
2. Tujuan Reformasi Birokrasi yaitu
agar terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih,
dan berwibawa.
3. Permasalahan dalam reformasi
birokrasi adalah kelambanan dari proses reformasi birokrasi tersebut, dan hal
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor manajemen.
4. Hal pertama yang harus dilakukan
dalam rangka reformasi birokrasi adalah mengenali apa yang disebut sebagai
pemicu perubahan (change trigger). Dalam birokrasi pemerintah, pemicu perubahan
(pemicu reformasi) tersebut dapat bersumber dari internal maupun eksternal
birokrasi, dijumpai dalam bentuk permasalahan, peluang dan kecenderungan yang
potensial mempengaruhi kinerja organisasi di masa depan.
3.2
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada
pembaca dan penulis mengenai makalah ini adalah:
1. Diharapkan penulis dapat
mengembangkan dan melanjutkan penulisan makalah mengenai reformasi birokrasi
Indonesia ini.
2. Diharapkan hasil penulisan makalah
ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Andrain, Charles F.1992. Kehidupan Politik dan Perubahan
Social. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya
http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1253275195&&&1036006290&&1351657451&ayur001&
Azizy, A. Qodri. Change Management dalam Reformasi
Birokrasi. 2007. Jakarta: PT: Gramedia Pustaka Utama
Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Kusnardi, Ibrahim H. 1976. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan CV “Sinar Bakti”
Kusnardi, Ibrahim H. 1976. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan CV “Sinar Bakti”
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Undang-undang. No. 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme